amaryki.id-Sebuah informasi bahwa Ayah itu suka memelihara ternak, ayam, mentok, dan pernah kambing. Hewan rumahan itu hiburan tersendiri bagi Ayah, mentok dan ayam pernah sampai puluhan. Dia dapat menghibur diri cukup dengan melihat mereka. Pagi hari beri makan dan sore hari beri makan.
![]() |
Designed by Muis Amaryk |
Di rumah sekarang—ujung selatan desa Jegreg, Ayah punya pekarangan di belakang rumah sebelum rumah direnovasi tahun 2015. Mentok dan ayam menu peliharaan utama.
Kisaran, saya masih di bangku Taman Kanak-kanak (TK), saya mengingat kejadian yang sungguh mengerikan di usia ini.
Toilet kami itu adalah toilet keluarga. Bersama Kakek dan Nenek kami nikmati bersama. Belum lagi jika sanak saudara datang, dan, di tempat itulah mereka membuang hajat. Sekaligus toilet umum bagi masjid depan rumah.
Di tahun ini, bagi masyarakat desa Jegreg lumrah, satu tempat dibuat bersama.
Nahasnya, lokasi toilet tersebut berada di tengah-tengah kandang mentok Ayah. Luas kandang mentok cukup luas, kami ketika buang hajat tidak terlalu dekat dengan para ternak tersebut, kadang.
Jangan berbicara perihal bau. Bagi saya, es campur tempat tersebut sudah manusiawi karena tidak pernah mempersoalkan aromanya.
Setiap peliharaan Ayah dalam per periodenya terutama si mentok-mentok Ayah, pasti mempunyai raja agung, Warok mentok atau pejantan besar. Tidak setiap periode terlahir Warok. Tetapi, cukup sering Warok dibesarkan sampai menjadi raja utama di tempat tersebut.
Kalau bicara dengan sejenisnya sendiri, mentok Warok tetaplah pemenang. Tetapi, kalau sudah menyandang kata Warok ditambah kereng, dia berani dengan tuannya. Dan, saya adalah anak dari tuannya.
Dengan tuannya saja berani apalagi dengan anak tuannya, dia lebih berani.
Suatu kejadian, di saat buang hajat, sang Warok masuk ke lokasi toilet dan dia langsung menubruk saya tanpa aba-aba. Saya masih menikmati prosesi di dalam, tiba-tiba dia datang. Saya sendiri kaget dan si Warok sepertinya juga kaget, dan, dia tidak malah menjauh malahan langsung nyosor.
Bunyi sosoran mentok Ayah cukup nyaring,”blak … blak … blak …,” ditambah kebakan sayapnya. Seketika saya menjerit dan menangis kencang sambil menyebut nama Ayah berulang kali. Karena memang rasa takut yang sudah meletus dan si congor Warok mentok ini masih nempel di ujung burung saya yang belum di sunat—jangan dibayangkan!
Ayah dari rumah datang. Lalu, masuk ke toilet. Dia gerak cepat dan lekas paham dengan kondisi anaknya.
Si congor mentok dilepas dari daerah vital saya dan dilempar keluar toilet. Saya digendongnya sekaligus dicebokin.
Meskipun sekarang saya sudah terbiasa dengan Warok mentok ayah, peristiwa bersejarah tersebut masih terngiang di kepala sampai hari ini. Rasa kehororan momen tersebut masih bisa saya rasakan; jerit, tangis, putus asa, takutku, dan trauma. Untung sang pahlawan segera tiba, Ayah. Ngoten.
Central kamar, 28 Juni 2022
Muis Amaryk