Masjid Depan Rumah Jegreg

Masjid di Desa Jegreg ujung selatan tepat berada di depan rumah saya merupakan tempat bermain anak-anak lalu surut terkena pendewasaan.

Lingkar pertemanan saya waktu kecil adalah anak-anak yang sering ke masjid depan rumah Jegreg. Paling banyak saudara sepupu, juga para anak-anak dari tetangga rumah. Saya tidak pernah jauh-jauh dari lingkaran pertemanan ini karena saat kecil, waktu bermain, sering saya lakukan di masjid. 

Designed by Muis Amaryk
Masjid Jegreg ini berdiri di atas tanah wakaf kakek saya sendiri dan Ayah sebagai anak mengemban tugas mengurusi ruang ibadah ini. Hal ini juga, penguat, kenapa Ayah beserta rumah dan seisinya diboyong di ujung selatan Desa Jegreg—dulu di utara desa. 

Saya cukup senang dengan keadaan di waktu kecil, sebab teman seangkatan saya malah sering datang ke rumah. Walaupun, nanti bermainnya di area masjid Jegreg

di sana, ada juga Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Desa Jegreg. Kegiatan baca kitab suci yang mulai pada pukul dua siang sampai bakda ashar. Para muridnya adalah anak-anak yang masih di jenjang sekolah dasar (SD). Sebagian teman sekelas saya.

Seusai bermain di sekolahan kami memuaskan hasrat kami lagi di TPA Desa Jegreg masjid depan rumah. 

Kami memainkan segalanya: petak umpet, pancing lele, obak tak atau surimanda, kotak pos, karet, bola, kasti, umbul-umbul, lima uang koin, bekel, perang-perangan, main kreco, lompat tali, egrang, dll. 

Letak masjidnya depan rumah tepat di utara JL DPU RAYA NO 49. Di sepanjang jalan itu ada pohon sakura/seri/kleres yang buahnya sering kami makan. Kegiatan panjat pohon seri juga sebagai salah satu menu bermain. Kami selalu berlomba mendapatkan buah sebanyak mungkin meskipun dalam arti yang tersirat. 

Lalu kapan waktu mengajinya? 

Kalian tahu waktu mengaji di TPA masjid depan rumah di Jegreg itu seperti waktu ngaso (istirahat) anak-anak seperti kami.  

Sistem pembelajaran di TPA adalah membaca kitab suci dengan baik dan benar. Adapun tingkatan dalam lembaga ini yakni mereka yang masih di tahap baca Iqro’ dan mereka yang sudah mampu membaca Al-Qur’an. 

Sesi gilir atau setor mengaji dari halaman per halaman jenjang tiap santri ke ustad/ustadzah tidak memerlukan banyak waktu. Paling lama 15 menit, walaupun jarang. Oleh sebab itu, di jam-jam ini depan rumah saya selalu ramai dengan tawa canda anak-anak Desa Jegreg.

Masjid depan rumah kehilangan anak-anaknya seingat ketika saya sudah menginjak jenjang sekolah menengah. Salah satu, sebabnya, yaitu pendidikan agama kurang diminati dibanding dengan pendidikan umum yang diajarkan di sekolahan. 

Juga ada lembaga mengaji yang lain yang mulai berdiri. 

Pojok Kamar, 25 Jun. 22

Muis Amaryk

Posting Komentar

© Amaryk.id. All rights reserved. Developed by Jago Desain